Bumi merupakan salah planet di dalam tata surya yang ditinggali
oleh berbagai macam makhluk hidup. Di bumi juga terjadi gejala alam yang
mempengaruhi bentuk permukaan bumi yang disebabkan oleh tenaga endogen dan
eksogen. Sehingga terbentuklah berbagai macam relief permukaan bumi seperti
danau,sungai dan lain lainnya yang terbentuk secara alami dengan proses yang
sangat panjang. Terjadinya suatu perubahan kecil di bumi maka akan memiliki
dampak besar bagi seluruh makhluk hidup di bumi.Salah satunya adalah perubahan
suhu di bumi atau sering disebut dengan Global Warming.Faktor utama yang
mempengaruhi Global Warming adalah Semakin menipisnya lapisan Ozon sehingga
membuat Bumi semakin hari semakin panas.Hal itu disebabkan oleh Hilangnya
Selimut Hijau di Bumi dan semakin meningkatnya kadar CO2 di udara.Selain asap
pabrik dan kendaraan bermotor,Asap Rokok pun memiliki andil yang cukup besar
dalam pengrusakan Lapisan Ozon.Milyaran asap rokok mengepul ke udara setiap
harinya oleh Penduduk Bumi.Walaupun Pemerintah telah mencanangkan aksi sejuta
pohon untuk memperbaiki lapisan ozon,tetapi penduduk bumi masih memproduksi
asap rokok setiap harinya sehingga sejuta pohon akan menjadi kegiatan yang sia
sia.Asap rokok selain memiliki efek negatif pada pengguna,juga memberikan efek
negatif pada planet bumi.Upaya Pemerintah untuk Mengurangi asap rokok terutama
di indonesia adalah dengan mencoba untuk memberlakukan peraturan larangan
merokok,sampai memberi peringatan bahaya rokok pada setiap bungkus
rokok.Namun,usaha itu kembali gagal karena orang indonesia memiliki sifat keras
kepala dan tidak mau tahu.Akibat dari Asap rokok selain membuat lubang pada
permukaan ozon,asap rokok pun memiliki efek negatif lainnya seperti menambah
komposisi pencemaran udara,membahayakan kesehatan jantung,Menambah daya kurung
rumah kaca sehingga panas dari bumi tidak bisa dipantulkan kembali ke
angkasa,dan Membuat temperatur di bumi semakin panas .Rokok ternyata tidak
hanya merusak kesehatan yang mengkonsumsi. Rokok juga secara ilmiah sangat
berpengaruh merusak lingkungan, baik itu pencemaran melalui udara, tanah, dan
air. Kenapa rokok bisa mencemari udara, karena asap rokok sebagai penyumbang
polusi udara. Hal ini didukung oleh banyaknya pengkonsumsi rokok dibumi yang
bisa mencemari udara. Sekitar 4000 bahan kimia dalam rokok yang dilepaskan ke
udara. Bisa dibayangkan jika setengah dari penduduk bumi menghembuskan asap
rokok keudara, bisa dipastikan hal tersebut tidak hanya merusak tapi dalam
jangka waktu bisa mempertipis lapisan ozon. Selain memberi dampak kepada
lingkungan, asap rokok juga memberi dampak polusi terhadap tanah dan air.
Berdasarkan penelitian puntung rokok yang dibuang ketanah, bisa untuk di urai
oleh tanah sekitar 25 sampai 26 tahun. Dan juga puntung rokok yang masuk keair
bisa mengakibatkan kematian bagi hewan-hewan yang memakannya, karena zat yang
dikandung berbahaya.
2014/04/17
Mangrove yang Menyimpan Carbon
Fakta
menunjukan bahwa selama ini banyak pihak yang belum mengetahui kalau
lahan-lahan basah termasuk hutan bakau atau mangrove ternyata menyimpan banyak
karbon. Begitu pentingnya sehingga tak heran jika hutan ini berubah fungsi
hingga mengakibatkan emisi karbon yang mengkhawatirkan.“Penelitian
potensi karbon pada lahan basah khususnya mangrove baru dilakukan sejak 2008
lalu dan ternyata ekosistem mangrove sangat berperan dalam pengikatan karbon,”
papar Louis Verchot, Peneliti Senior Pusat Penelitian Kehutanan
Internasional (CIFOR) dalam pelatihan jurnalis di Bali belum lama ini.
Menurut dia, lahan mangrove yang termasuk dalam lahan basah mampu membuat ikatan karbon membusuk dan tinggal lama akibat sedimentasi yang membusuk tidak bisa terlepas. Lebih lanjut kata dia, karbon mampu tertimbun selama berabad-abad dan mencapai kedalaman hingga beberapa meter, semakin lama hutan mangrove ada, itu semakin banyak pula menyimpan potensi karbon.“Ekosistem termasuk lahan basah mampu menyimpan karbon lebih dua kali lipat dan dapat mencapai 800-1.200 ton per hektar,”papar Verchot.
Hal senada juga disampaikan Matthew Warren dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), Bidang Kehutanan menjelaskan, memang jika dilihat dari udara tampak penyimpanan karbon lebih kecil bila dibandingkan dengan hutan tropis. Namun lanjut dia, hutan mangrove di kawasan estuari jauh lebih besar kandungan karbonnya karena tidak berhadapan langsung dengan laut. Berbeda dengan mangrove di kawasan pantai atau coastal mangrove menyimpan potensi karbon sedikit saja karena pengaruh gelombang laut yang besar.
Para pakar membagi kawasan bakau atau mangrove meliputi, hutan bakau minyak yang memiliki nama ilmiah adalah Rhizopora apiculata Bl. Ciri-ciri bakau minyak ini berwarna kemerahan pada tangkai daun dan sisi bawah daun. Bunganya berkelompok dua-dua, dengan daun mahkota gundu dan kekuningan. Buah kecil, coklat, panjangnya antara 2-3,5 cm.
Bakau minyak ini biasanya menyukai tanah berlumpur halus dan dalam, yang tergenang jika air pasang serta terkena pengaruh masukan air tawar yang tetap dan kuat. Mangrove minyak ini banyak terdapat di perairan Pasifik termasuk Papua.Selain bakau minyak, ada bakau yang disebut bakau kurap atau dalam bahasa latin adalah Rhizophora mucronata poir. Bakau kurap seringkali disebut pula bakau hitan karena memiliki kulit batang hitam yang memecah datar. Ciri-cirinya adalah bunga berkelompok 4-8 kuntum, daun mahkota putih, berambut panjang hingga 9mm, buah berbentuk telur, berwarna hijau kecoklatan, panjangnya mencapai 5-7 cm. Bakau kurap lebih menyukai subtract yang tergenang dalam dan kaya humus, tanaman ini jarang sekali ditemukan pada tempat yang jauh dari pasang surut. Sedangkan jenis terakhir adalah bakau kecil atau bahasa ilmiahnya disebut Rhizophora stylosa griff. Tanaman bakau kecil ini tumbuh dengan satu pohon atau banyak batang. Bakau ini hanya tumbuh pada ketinggian 10 meter saja. Bakau ini memiliki ciri-ciri bunga berkelompok 8-16 kuntum kecil-kecil, daun mahkota berwarna putih, berambut panjang hingga 8 mm. Buahnya berwarna coklat kecil dengan panjang sampai dengan 4 cm. Tanaman bakau kecil ini menempati habitat yang paling beragam, mulai dari lumpur, pasir hingga pecahan batu atau karang yang terdapat di tepi pantai hingga daratan yang mengering terutama di tepian pulau yang berkarang.Lalu bagaimana dengan kondisi hutan bakau di dunia khususnya di Indonesia saat ini? Menurut studi yang dilakukan Center for International Forestry Research (CIFOR) dan USDA Forest Service, para peneliti menghitung penyimpanan karbon ekosistem bakau di sepanjang daerah yang luas di region Indo-Pasifik, yang sebenarnya merupakan inti geografis bakau dan keanekaragaman. Selama ini belum ada studi yang mengintegrasikan perhitungan-perhitungan yang diperlukan untuk penyimpanan karbon bakau secara keseluruhan dengan melintasi geografis yang luas.
Menurut para ilmuwan dari CIFOR dan USDA Research, kepadatan karbon di hutan bakau empat kali lebih tinggi dari pada hutan tropis di dataran tinggi. Perusakan dan degradasi ekosistem bakau diperkirakan mencapai 10% dari emisi deforestasi global, walaupun luasnya hanya 0,7% dari total daerah hutan tropis. Karbon tersebut ternyata banyak tersimpan di bawah hutan bakau dari pada di atas permukaan tanah dan air.Data satelit terakhir menunjukan bahwa Indonesia mempunyai 3,1 juta hektar hutan bakau, atau sebanyak 22,6% dari bakau di dunia (Giri et al, 2011). Ada juga studi lain yang menyebutkan hutan bakau di Indonesia luasnya antara 2,5-4,5 juta hektar dan merupakan mangrove terbesar di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1.1 juta ha) dan Australia (0,97 juta ha).Sedangkan di Indonesia, Tanah Papua menempati urutan teratas hutan bakau, sebanyak 35%, di Kalimantan Timur sebanyak 20,6%, di Sumatera Selatan sebanyak 9,6% dan provinsi lainnya kurang dari 6%, termasuk DKI Jakarta tetapi yang jelas, peran hutan bakau sangat strategis dan sangat berguna bagi kehidupan manusia.Pulau Kalimantan telah kehilangan sebanyak 7% hutan bakau setiap tahunnya antara Tahun 2000-2005. Hutan bakau terancam hilang atau rusak karena bertambahnya jumlah penduduk di kawasan pantai termasuk penimbunan hutan bakau. Bakau juga menghadapi ancaman yang luar biasa dari alih guna lahan menjadi akuakultur, seperti tambak udang atau kepiting dan pengembangan infrastruktur.Memang hutan bakau Papua juga mengalami ancaman pengrusakan seperti di Kawasan Entrop (Jayapura) akibat pengembangan kota dan kawasan estuari di Pantai Mimika. Akibat buangan tailing dari PT Freeport juga merusak hutan bakau di kawasan estuari. Dikhawatirkan ke depan, kawasan hutan bakau sangat rentan terhadap alih fungsi lahan. Terlepas dari pro dan kontra, hutan bakau jelas sangat melindungi manusia dari terjangan tsunami atau gelombang air laut termasuk memproduksi banyak persediaan karbon.
Menurut dia, lahan mangrove yang termasuk dalam lahan basah mampu membuat ikatan karbon membusuk dan tinggal lama akibat sedimentasi yang membusuk tidak bisa terlepas. Lebih lanjut kata dia, karbon mampu tertimbun selama berabad-abad dan mencapai kedalaman hingga beberapa meter, semakin lama hutan mangrove ada, itu semakin banyak pula menyimpan potensi karbon.“Ekosistem termasuk lahan basah mampu menyimpan karbon lebih dua kali lipat dan dapat mencapai 800-1.200 ton per hektar,”papar Verchot.
Hal senada juga disampaikan Matthew Warren dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), Bidang Kehutanan menjelaskan, memang jika dilihat dari udara tampak penyimpanan karbon lebih kecil bila dibandingkan dengan hutan tropis. Namun lanjut dia, hutan mangrove di kawasan estuari jauh lebih besar kandungan karbonnya karena tidak berhadapan langsung dengan laut. Berbeda dengan mangrove di kawasan pantai atau coastal mangrove menyimpan potensi karbon sedikit saja karena pengaruh gelombang laut yang besar.
Para pakar membagi kawasan bakau atau mangrove meliputi, hutan bakau minyak yang memiliki nama ilmiah adalah Rhizopora apiculata Bl. Ciri-ciri bakau minyak ini berwarna kemerahan pada tangkai daun dan sisi bawah daun. Bunganya berkelompok dua-dua, dengan daun mahkota gundu dan kekuningan. Buah kecil, coklat, panjangnya antara 2-3,5 cm.
Bakau minyak ini biasanya menyukai tanah berlumpur halus dan dalam, yang tergenang jika air pasang serta terkena pengaruh masukan air tawar yang tetap dan kuat. Mangrove minyak ini banyak terdapat di perairan Pasifik termasuk Papua.Selain bakau minyak, ada bakau yang disebut bakau kurap atau dalam bahasa latin adalah Rhizophora mucronata poir. Bakau kurap seringkali disebut pula bakau hitan karena memiliki kulit batang hitam yang memecah datar. Ciri-cirinya adalah bunga berkelompok 4-8 kuntum, daun mahkota putih, berambut panjang hingga 9mm, buah berbentuk telur, berwarna hijau kecoklatan, panjangnya mencapai 5-7 cm. Bakau kurap lebih menyukai subtract yang tergenang dalam dan kaya humus, tanaman ini jarang sekali ditemukan pada tempat yang jauh dari pasang surut. Sedangkan jenis terakhir adalah bakau kecil atau bahasa ilmiahnya disebut Rhizophora stylosa griff. Tanaman bakau kecil ini tumbuh dengan satu pohon atau banyak batang. Bakau ini hanya tumbuh pada ketinggian 10 meter saja. Bakau ini memiliki ciri-ciri bunga berkelompok 8-16 kuntum kecil-kecil, daun mahkota berwarna putih, berambut panjang hingga 8 mm. Buahnya berwarna coklat kecil dengan panjang sampai dengan 4 cm. Tanaman bakau kecil ini menempati habitat yang paling beragam, mulai dari lumpur, pasir hingga pecahan batu atau karang yang terdapat di tepi pantai hingga daratan yang mengering terutama di tepian pulau yang berkarang.Lalu bagaimana dengan kondisi hutan bakau di dunia khususnya di Indonesia saat ini? Menurut studi yang dilakukan Center for International Forestry Research (CIFOR) dan USDA Forest Service, para peneliti menghitung penyimpanan karbon ekosistem bakau di sepanjang daerah yang luas di region Indo-Pasifik, yang sebenarnya merupakan inti geografis bakau dan keanekaragaman. Selama ini belum ada studi yang mengintegrasikan perhitungan-perhitungan yang diperlukan untuk penyimpanan karbon bakau secara keseluruhan dengan melintasi geografis yang luas.
Menurut para ilmuwan dari CIFOR dan USDA Research, kepadatan karbon di hutan bakau empat kali lebih tinggi dari pada hutan tropis di dataran tinggi. Perusakan dan degradasi ekosistem bakau diperkirakan mencapai 10% dari emisi deforestasi global, walaupun luasnya hanya 0,7% dari total daerah hutan tropis. Karbon tersebut ternyata banyak tersimpan di bawah hutan bakau dari pada di atas permukaan tanah dan air.Data satelit terakhir menunjukan bahwa Indonesia mempunyai 3,1 juta hektar hutan bakau, atau sebanyak 22,6% dari bakau di dunia (Giri et al, 2011). Ada juga studi lain yang menyebutkan hutan bakau di Indonesia luasnya antara 2,5-4,5 juta hektar dan merupakan mangrove terbesar di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1.1 juta ha) dan Australia (0,97 juta ha).Sedangkan di Indonesia, Tanah Papua menempati urutan teratas hutan bakau, sebanyak 35%, di Kalimantan Timur sebanyak 20,6%, di Sumatera Selatan sebanyak 9,6% dan provinsi lainnya kurang dari 6%, termasuk DKI Jakarta tetapi yang jelas, peran hutan bakau sangat strategis dan sangat berguna bagi kehidupan manusia.Pulau Kalimantan telah kehilangan sebanyak 7% hutan bakau setiap tahunnya antara Tahun 2000-2005. Hutan bakau terancam hilang atau rusak karena bertambahnya jumlah penduduk di kawasan pantai termasuk penimbunan hutan bakau. Bakau juga menghadapi ancaman yang luar biasa dari alih guna lahan menjadi akuakultur, seperti tambak udang atau kepiting dan pengembangan infrastruktur.Memang hutan bakau Papua juga mengalami ancaman pengrusakan seperti di Kawasan Entrop (Jayapura) akibat pengembangan kota dan kawasan estuari di Pantai Mimika. Akibat buangan tailing dari PT Freeport juga merusak hutan bakau di kawasan estuari. Dikhawatirkan ke depan, kawasan hutan bakau sangat rentan terhadap alih fungsi lahan. Terlepas dari pro dan kontra, hutan bakau jelas sangat melindungi manusia dari terjangan tsunami atau gelombang air laut termasuk memproduksi banyak persediaan karbon.
Langganan:
Postingan (Atom)